Bangsa Romawi Mengejar Bangsa Yahudi Dikarenakan Bangsa Yahudi Telah Melakukan

Bangsa Romawi Mengejar Bangsa Yahudi Dikarenakan Bangsa Yahudi Telah Melakukan

Latar Belakang Bangsa Eropa Melakukan Penjelajahan Samudra

Adapun beberapa alasan lain yang melatarbelakangi bangsa Eropa melakukan penjelajahan samudra dan datang ke Kepulauan Nusantara, dapat dijabarkan sebagai berikut.

Perang Salib adalah sebutan bagi perang-perang agama di Asia Barat dan Eropa antara abad ke-11 sampai abad ke-17, yang disokong oleh Gereja Katolik. Perang ini melibatkan masyarakat dari Eropa melawan Turki Seljuk dan orang Arab. Perang tersebut berlangsung selama 200 tahun dan terbagi menjadi tujuh periode.

Perang itu disebut Perang Salib oleh orang Kristen, sedangkan orang Islam menyebutnya dengan Perang Suci. Perang Salib disebabkan karena perebutan Kota Yerusalem. Perang yang berlarut-larut ini membuat jalur perdagangan Asia–Eropa menjadi terputus. Perang tersebut juga berdampak kepada habisnya kekayaan bangsa Eropa karena dialokasikan untuk peperangan.

Perang Salib berbeda dari konflik-konflik keagamaan lainnya karena orang-orang yang ikut serta dalam perang ini meyakini perjuangan mereka sebagai laku tobat demi memperoleh ampunan atas dosa-dosa yang sudah mereka akui.

Perang Salib pertama kali dicetuskan oleh Paus Urbanus II pada 1095 dalam sidang Konsili Clermont. Dia mengimbau para hadirin untuk mengangkat senjata membantu Kaisar Romawi Timur melawan orang Turki Seljuk dan melakukan ziarah bersenjata ke Yerusalem. Imbauannya ditanggapi dengan penuh semangat oleh seluruh lapisan masyarakat Eropa Barat. Para sukarelawan lantas dikukuhkan menjadi anggota Laskar Salib melalui pengikraran di muka umum.

Orang-orang yang mengajukan diri dalam perang tersebut didorong oleh niat yang berbeda-beda. Ada yang sekadar ingin pergi ke Yerusalem agar ikut terangkat ramai-ramai ke surga, ada yang melakukannya demi bakti kepada majikan, ada yang hendak mencari ketenaran dan nama baik, dan ada pula yang bernafsu meraup keuntungan ekonomi maupun politik melalui keikutsertaannya.

Ketika Perang Salib I meletus, istilah “Perang Salib” belum dikenal. Kampanye militer umat Kristen kala itu disebut dengan “lawatan” (bahasa Latin: iter) atau “ziarah” (bahasa Latin: peregrinatio). Perang-perang dengan restu dari gereja ini baru dikait-kaitkan dengan istilah “salib” setelah kata “crucesignatus” (orang yang diberi tanda salib) dari bahasa Latin mulai digunakan pada akhir abad ke-12.

Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford, etimologi kata “crusade” (istilah Inggris untuk “Perang Salib”) berkaitan dengan kata croisade dalam bahasa Prancis modern, croisée dalam bahasa Prancis kuno, crozada dalam bahasa Provençal, cruzada dalam bahasa Portugis dan Spanyol, dan crociata dalam bahasa Italia. Semua kata ini adalah turunan dari kata cruciāta atau cruxiata dalam bahasa Latin Abad Pertengahan, yang mula-mula berarti “menyiksa” atau “menyalibkan”, tetapi sejak abad ke-12 juga berarti “membuat tanda salib”.

Istilah “Perang Salib” dapat saja dimaknai secara berbeda, tergantung dari pandangan penulis yang menggunakannya. Giles Constable dalam The Historiography of the Crusades (2001) menjabarkan empat sudut pandang berbeda di kalangan para pengkaji sejarah sebagai berikut.

Kaum tradisionalis membatasi pengertian Perang Salib sebagai perang-perang yang dilakukan oleh umat Kristen di Tanah Suci semenjak 1095 sampai 1291, baik untuk membantu umat Kristen di negeri itu maupun untuk memerdekakan Yerusalem dan Makam Suci dari penjajahan.

Kaum pluralis menggunakan istilah Perang Salib sebagai sebutan bagi segala macam aksi militer yang direstui secara terbuka oleh paus yang sedang menjabat. Pemaknaan ini mencerminkan pandangan Gereja Katolik Roma (termasuk tokoh-tokoh Abad Pertengahan pada masa Perang Salib, seperti Santo Bernardus dari Clairvaux) bahwasanya setiap perang yang direstui oleh Sri Paus dapat disebut secara sah sebagai Perang Salib, tanpa membeda-bedakan sebab, alasan, maupun tempatnya.

Definisi yang luas ini mencakup pula aksi-aksi penyerangan terhadap kaum penyembah berhala dan ahli bidah seperti Perang Salib Albigensia, Perang Salib Utara, dan Perang Salib Husite. Definisi ini juga mencakup perang-perang demi keuntungan politik dan penguasaan wilayah seperti Perang Salib Aragon di Sisilia, Perang Salib yang dimaklumkan Sri Paus Inosensius III terhadap Markward dari Anweiler pada 1202, dan yang dimaklumkan terhadap orang-orang Stedingen, beberapa Perang Salib yang dimaklumkan (oleh paus-paus yang berbeda) terhadap Kaisar Friedrich II beserta putra-putranya, dua Perang Salib yang dimaklumkan terhadap para penentang Raja Henry III dari Inggris, dan aksi penaklukan kembali Semenanjung Iberia oleh umat Kristen.

Kaum generalis memandang Perang Salib sebagai segala macam perang suci yang berkaitan dengan Gereja Latin dan yang dilakukan sebagai tindakan bela agama.

Kaum popularis membatasi pengertian Perang Salib sebagai perang-perang yang bercirikan gerakan khalayak ramai dengan alasan keagamaan, yakni hanya Perang Salib pertama dan mungkin pula Perang Salib Rakyat.

Mencari Kepulauan Rempah-Rempah

Merle Calvin Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200–2004 (2007) menyebutkan jika alasan terbesar kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia atau Kepulauan Nusantara adalah demi rempah-rempah. Rempah-rempah adalah bahan baku yang berharga di Eropa. Bangsa Eropa menjadikan rempah sebagai bahan baku obat, parfum, makanan, dan yang terpenting adalah pengawet makanan.

Orang-orang Eropa kala itu mesti menyembelih semua ternaknya. Jika tidak, ternak akan mati karena suhu dingin. Daging ternak tersebut harus diawetkan, tetapi bahan pengawet makanan waktu itu adalah rempah-rempah. Terputusnya jalur perdagangan karena Konstantinopel jatuh ke tangan Turki Usmani membuat bangsa-bangsa Eropa tergerak untuk mencari jalur perdagangan rempah sendiri.

Selain India, Kepulauan Nusantara waktu itu sudah terkenal sebagai penghasil rempah. Pala, lada, dan  cengkeh adalah komoditas bernilai sangat mahal. Namun, Portugis, Spanyol, dan Belanda tidak datang ke Indonesia hanya untuk memenuhi kebutuhan warganya akan rempah semata. Mereka juga berniat untuk memonopoli perdagangan rempah.

transliterasi Indonesia

Telah dikalahkan bangsa Romawi) mereka adalah ahli kitab yang dikalahkan oleh kerajaan Persia yang bukan ahli kitab, bahkan orang-orang Persia itu penyembah berhala. Dengan adanya berita ini bergembiralah orang-orang kafir Mekah, kemudian mereka mengatakan kepada kaum Muslimin, "Kami pasti akan mengalahkan kalian, sebagaimana kerajaan Persia telah mengalahkan kerajaan Romawi."

Terjemahan halaman 404 dari Quran

Namun bangsa Romawi akhirnya dikalahkan oleh bangsa Persia.

Hal itu sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an surat Ar Rum ayat 2.

Artinya: Bangsa Romawi telah dikalahkan,

Jakarta, tvOnenews.com - Romawi adalah salah satu bangsa yang amatlah berkuasa di masanya.

Saat Rasulullah SAW berdakwah dalam menyebarkan agama Islam, kekaisaran Romawi juga masih berkuasa.

Tafseer Assadi - Arabe

كانت الفرس والروم في ذلك الوقت من أقوى دول الأرض، وكان يكون بينهما من الحروب والقتال ما يكون بين الدول المتوازنة.وكانت الفرس مشركين يعبدون النار، وكانت الروم أهل كتاب ينتسبون إلى التوراة والإنجيل وهم أقرب إلى المسلمين من الفرس فكان المؤمنون يحبون غلبتهم وظهورهم على الفرس، وكان المشركون -لاشتراكهم والفرس في الشرك- يحبون ظهور الفرس على الروم.فظهر الفرس على الروم فغلبوهم غلبا لم يحط بملكهم بل بأدنى أرضهم، ففرح بذلك مشركو مكة وحزن المسلمون، فأخبرهم اللّه ووعدهم أن الروم ستغلب الفرس.

The Byzantines have been defeated

Jakarta, tvOnenews.com - Romawi adalah salah satu bangsa yang amatlah berkuasa di masanya.

Saat Rasulullah SAW berdakwah dalam menyebarkan agama Islam, kekaisaran Romawi juga masih berkuasa.

Jatuhnya Konstantinopel

Pada 29 Mei 1453, Khalifah Utsmaniyah yang berpusat di Turki berhasil menguasai Konstantinopel. Kota ini sebelumnya termasuk wilayah kekuasan Kerajaan Romawi–Byzantium. Perebutan Konstantinopel ini dipimpin oleh Raja Turki, Sultan Mehmed II. Konstantinopel, sejak lama merupakan kota yang diperebutkan, bukan hanya karena sejarah kejayaannya, tetapi juga karena kota ini merupakan salah satu titik penting dalam jalur perdagangan darat yang menyambungkan Eropa dengan Asia.

Setelah Konstantinopel diduduki Turki Usmani, jalur perdagangan darat Asia–Eropa terputus. Hal tersebut dikarenakan Turki Usmani melarang orang-orang Eropa melewati Konstantinopel. Bangsa-bangsa Eropa lantas kesulitan untuk mendapatkan akses berdagang ke Asia. Sebab, Konstantinopel merupakan wilayah yang dijadikan sebagai pintu masuk perdagangan Asia dan Eropa.

Permintaan pasar terhadap rempah-rempah, kain sutra, dan obat-obatan di sisi lain semakin meningkat. Bangsa-bangsa Eropa kesulitan memenuhi permintaan tersebut. Hal ini memaksa mereka mencari jalur pedagangan lain selain Konstantinopel, misalnya bangsa-bangsa di Asia seperti Indonesia.

Pasca penaklukan, Sultan Mehmed II berdiam di Konstantinopel selama 23 hari lamanya pasca penaklulan, menyelesaikan segala urusan-urusannya, dan mengatur pengelolaan kota yang baru ditakluk itu. Dia lantas membuka satu permulaan dari dekritnya soal kota itu, bahwa Konstantinopel dijadikannya sebagai ibu kota.

Dia kemudian mengambil gelar “al-Fātih” (bahasa Arab: penakluk) dan “Abul-Fath” (bahasa Arab: bapak penakluk). Inilah yang membuatnya dikenal dengan nama “Muhammad al-Fātih”. Nama tersebut dalam bahasa Turki Utsmaniyah ditulis فاتح سُلطان مُحمَّد خان ثانى atau “Fatih Sultan Muhammad Khan Tsani”, sedangkan dalam bahasa Turki modern ditulis dengan sebutan “Fâtih Sultan Mehmed Han II”.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Penulis: Fandy Aprianto Rohman

Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!

Namun bangsa Romawi akhirnya dikalahkan oleh bangsa Persia.

Hal itu sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an surat Ar Rum ayat 2.

Artinya: Bangsa Romawi telah dikalahkan,

Tafsir Ringkas Kemenag

Ayat ini berisi prediksi Al-Qur’an terhadap kejadian yang akan datang.

Bangsa Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel pada awalnya telah dikalahkan oleh Bangsa Persia pemeluk Majusi.

Berita Bangsa Romawi Dikalahkan oleh Bangsa Persia, Negeri yang Dekat dengan Kota Mekah, Tafsir Surat Ar Rum Ayat 2 (Sumber: freepik/frimufilms)

Ayat ini menerangkan bahwa bangsa Romawi telah dikalahkan oleh bangsa Persia di negeri yang dekat dengan kota Mekah, yaitu negeri Syiria.

Beberapa tahun kemudian setelah mereka dikalahkan, maka bangsa Romawi akan mengalahkan bangsa Persia sebagai balasan atas kekalahan itu.

Bangsa Romawi yang dimaksud dalam ayat ini ialah Kerajaan Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel, bukan kerajaan Romawi Barat yang berpusat di Roma.

Kerajaan Romawi Barat, jauh sebelum peristiwa yang diceritakan dalam ayat ini terjadi, sudah hancur, yaitu pada tahun 476 Masehi.

Bangsa Romawi beragama Nasrani (Ahli Kitab), sedang bangsa Persia beragama Majusi (musyrik).

Ayat ini merupakan sebagian dari ayat-ayat yang memberitakan hal-hal gaib yang menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an.

Pada saat bangsa Romawi dikalahkan bangsa Persia, maka turunlah ayat ini yang menerangkan bahwa pada saat ini bangsa Romawi dikalahkan, tetapi kekalahan itu tidak akan lama dideritanya.

Hanya dalam beberapa tahun saja, orang-orang Persia pasti dikalahkan oleh orang Romawi. Kekalahan bangsa Romawi ini terjadi sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah.

Mendengar berita ini, orang-orang musyrik Mekah bergembira, sedangkan orang-orang yang beriman dan Nabi bersedih hati.

Sebagaimana diketahui bahwa bangsa Persia beragama Majusi yang menyembah api, jadi mereka menyekutukan Tuhan.

Orang-orang Mekah juga menyekutukan Tuhan dengan menyembah berhala.

Oleh karena itu, mereka merasa agama mereka dekat dengan agama bangsa Persia, karena sama-sama mempersekutukan Tuhan.

Kaum Muslimin merasa agama mereka dekat dengan agama Nasrani, karena sama-sama menganut agama Samawi.

Oleh karena itu, kaum musyrik Mekah bergembira atas kemenangan itu, sebagai kemenangan agama politeisme yang mempercayai “banyak Tuhan”, atas agama Samawi yang menganut agama tauhid.

Sebaliknya kaum Muslimin waktu itu bersedih hati karena sikap menentang kaum musyrik Mekah semakin bertambah.

Mereka mencemooh kaum Muslimin dengan mengatakan bahwa dalam waktu dekat mereka juga akan hancur, sebagaimana kehancuran bangsa Romawi yang menganut agama Nasrani.

Lalu ayat ini turun untuk menerangkan bahwa bangsa Romawi yang kalah itu, akan mengalahkan bangsa Persia dalam waktu yang tidak lama, hanya dalam beberapa tahun lagi.

Sejarah mencatat bahwa tahun 622 Masehi, yaitu setelah tujuh atau delapan tahun kekalahan bangsa Romawi dari bangsa Persia itu, peperangan antara kedua bangsa itu berkecamuk kembali untuk kedua kalinya.

Pada permulaan terjadinya peperangan itu telah tampak tanda-tanda kemenangan bangsa Romawi.

Sekalipun demikian, ketika sampai kepada kaum musyrik Mekah berita peperangan itu, mereka masih mengharapkan kemenangan berada di pihak Persia.

Oleh karena itu, Ubay bin Khalaf ketika mengetahui Abu Bakar hijrah ke Medinah, ia minta agar putra Abu Bakar, yaitu ‘Abdurraḥmān, menjamin taruhan ayahnya, jika Persia menang.

Hal ini diterima oleh ‘Abdurraḥmān.

Pada tahun 624 Masehi, terjadilah perang Uhud. Ketika Ubay bin Khalaf hendak pergi memerangi kaum Muslimin, ‘Abdurraḥmān melarangnya, kecuali jika putranya menjamin membayar taruhannya, jika bangsa Romawi menang.

Maka Abdullah bin Ubay menerima untuk menjaminnya.

Jika melihat berita di atas, maka ada beberapa kemungkinan sebagai berikut:

pertama, pada tahun 622 Masehi, perang antara Romawi dan Persia telah berakhir dengan kemenangan Romawi. Akan tetapi, karena hubungan yang sukar waktu itu, maka berita itu baru sampai ke Mekah setahun kemudian, sehingga Ubay minta jaminan waktu Abu Bakar hijrah, sebaliknya ‘Abdurraḥmān minta jaminan pada waktu Ubay akan pergi ke Perang Uhud.

Kedua, peperangan itu berlangsung dari tahun 622-624 Masehi, dan berakhir dengan kemenangan bangsa Romawi.

Dari peristiwa di atas dapat dikemukakan beberapa hal dan pelajaran yang perlu direnungkan dan diamalkan.

Pertama: Ada hubungan antara kemusyrikan dan kekafiran terhadap dakwah dan iman kepada Allah.

Sekalipun negara-negara dahulu belum mempunyai sistem komunikasi yang canggih dan bangsanya pun belum mempunyai hubungan yang kuat seperti sekarang ini, namun antar bangsa-bangsa itu telah mempunyai hubungan batin, yaitu antara bangsa-bangsa yang menganut agama yang bersumber dari Tuhan di satu pihak, dan bangsa-bangsa yang menganut agama yang tidak bersumber dari Tuhan pada pihak yang lain.

Orang-orang musyrik Mekah menganggap kemenangan bangsa Persia atas bangsa Romawi (Nasrani), sebagai kemenangan mereka juga karena sama-sama menganut politeisme.

Sedangkan kaum Muslimin merasakan kekalahan bangsa Romawi yang beragama Nasrani sebagai kekalahan mereka pula, karena merasa agama mereka berasal dari sumber yang satu.

Hal ini merupakan suatu faktor nyata yang perlu diperhatikan kaum Muslimin dalam menyusun taktik dan strategi dalam berdakwah.

Kedua: Kepercayaan yang mutlak kepada janji dan ketetapan Allah.

Hal ini tampak pada ucapan-ucapan Abu Bakar yang penuh keyakinan tanpa ragu-ragu di waktu menetapkan jumlah taruhan dengan Ubay bin Khalaf.

Harga unta seratus ekor sangat tinggi pada waktu itu, sehingga kalau tidak karena keyakinan akan kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an yang ada di dalam hati Abu Bakar, tentu beliau tidak akan berani mengadakan taruhan sebanyak itu, apalagi jika dibaca sejarah bangsa Romawi pada waktu kekalahan itu dalam keadaan kocar-kacir.

sukar diramalkan mereka sanggup mengalahkan bangsa Persia yang dalam keadaan kuat, hanya dalam tiga sampai sembilan tahun mendatang.

Keyakinan yang kuat seperti keyakinan Abu Bakar itu merupakan keyakinan kaum Muslimin, yang tidak dapat digoyahkan oleh apa pun, sekalipun dalam bentuk siksaan, ujian, penderitaan, pemboikotan, dan sebagainya.

Hal ini merupakan modal utama bagi kaum Muslimin menghadapi jihad yang memerlukan waktu yang lama di masa yang akan datang.

Jika kaum Muslimin mempunyai keyakinan dan berusaha seperti kaum Muslimin di masa Rasulullah, pasti pula Allah mendatangkan kemenangan kepada mereka.

Ketiga: Terjadinya suatu peristiwa adalah urusan Allah, tidak seorangpun yang dapat mencampurinya.

Allah-lah yang menentukan segalanya sesuai dengan hikmah dan kebijaksanaan-Nya.

Hal ini berarti bahwa kaum Muslimin harus mengembalikan segala urusan kepada Allah saja, baik dalam kejadian seperti di atas, maupun pada kejadian dan peristiwa yang merupakan keseimbangan antara situasi dan keadaan.

Kemenangan dan kekalahan, kemajuan dan kemunduran suatu bangsa, demikian pula kelemahan dan kekuatannya yang terjadi di bumi ini, semuanya kembali kepada Allah.

Dia berbuat menurut kehendak-Nya. Semua yang terjadi bertitik tolak kepada kehendak Zat yang mutlak itu.

Jadi berserah diri dan menerima semua yang telah ditentukan Allah adalah sifat yang harus dimiliki oleh seorang mukmin.

Hal ini bukanlah berarti bahwa usaha manusia tidak ada harganya sedikit pun, karena hal itu merupakan syarat berhasilnya suatu pekerjaan.

Dalam suatu hadis diriwayatkan bahwa seorang Arab Badui melepaskan untanya di muka pintu masjid Rasulullah, kemudian ia masuk ke dalamnya sambil berkata,

“Aku bertawakal kepada Allah,” lalu Nabi bersabda:

اِعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ. (رواه الترمذى عن انس بن مالك)

Ikatlah unta itu sesudah itu baru engkau bertawakal. (Riwayat at-Tirmiżī dari Anas bin Mālik )

Berdasarkan hadis ini, seorang muslim disuruh berusaha sekuat tenaga, kemudian ia berserah diri kepada Allah tentang hasil usahanya itu.

Akhir ayat ini menerangkan bahwa kaum Muslimin bergembira ketika mendengar berita kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia.

Mereka bergembira karena:

1. Mereka telah dapat membuktikan kepada kaum musyrik Mekah atas kebenaran berita-berita yang ada dalam ayat Al-Qur’an.

2. Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia merupakan kemenangan agama Samawi atas agama ciptaan manusia.

3. Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia mengisyaratkan kemenangan kaum Muslimin atas orang-orang kafir Mekah dalam waktu yang tidak lama lagi.

Itulah tafsir surat Ar Rum ayat 2 yang dilansir tvOnenews.com dari Qur’an Kementerian Agama (Kemenag).

Semoga artikel ini bermanfaat.